Bingung

Salah satu lelucon klise dalam sejarah peradaban manusia: “Bingung? Pegangan dong.” Selain hobi scrolling timeline twitter, saya juga hobi memikirkan hal-hal yang mungkin menurut banyak orang tidak masuk dalam kriteria hal-hal yang layak dipikirkan, misalnya memikirkan hubungan antara bingung dan pegangan.

Saya pernah tanya, “Emang hubungannya apa?” Ketika lelucon itu mendarat tetap di muka namun, seperti yang kita tahu, manusia selalu lebih bangga beragumen biar keren daripada biar semua jadi jelas, pelempar lelucon itu cuma meninggalkan dua kata: ya dan adalah! Betapa dua kata tersebut menambah penasaran saja.

Sempat beberapa kali mengikuti kegiatan pramuka, salah satu kalimat selain, Boden Powell adalah bapak pramuka dunia, adalah kalimat: kita harus bisa memanfaatkan apapun yang ada di sekitar untuk bisa bertahan hidup. Saya sedang penasaran dengan hubungan antara bingung dan pegangan tangan, dan seperti kalimat yang saya ingat dalam pramuka, maka saya harus memanfaatkan apapun yang ada di sekitar untuk bisa bertahan hidup, untuk menutaskan rasa penasaran saya.

Meskipun saya lebih percaya, “Patah hati dapat membunuhmu!” dibandingkan dengan “Penasaran dapat membunuhmu! Maka kamu tidak dianjurkan memelihara penasaran berlama-lama.” Tidak ada salahnya saya memanfaatkan Google, alasannya: dapat memenggal penasaran secara mudah dan Google adalah satu kata yang ada di kepala saya ketika mengingat apa yang ada di sekitar.

Bukan bermaksud menjadi hamba yang durhaka kepada-Nya karena lebih memilih bertanya kepada Google daripada Tuhan, saya memutuskan menanyakan rasa penasaran saya itu kepada Google. Saya sadar satu hal, ternyata bukan cuma menunggu malam menjadi pagi ketika tidak bisa tidur dan tidak ada yang menemani saja yang lama, loading di internet ketika hujan pun lama.

Satu pesan singkat masuk bersamaan ketika hujan mulai tambah lebat dan petir mulai menyambar, saya selalu teringat suara piring yang dipecahkan kucing ketika mendengar petir. Ternyata sebuah pesan dari “yang terperhatian semuka bumi tahun 2017” yang masuk, kita semua pasti tahu tidak ada yang layak menerima gelar itu selain operator. Kalimat operator yang entah seorang perempuan atau laki-laki atau robot atau kucing malam itu cukup panjang. Saya tidak hafal kata per katanya namun, intinya mungkin seperti ini: Halo, mungkin malumu sudah habis, atau mungkin memang tidak punya malu sedari lahir, kamu tidak punya pulsa, tidak bisa menggunakan internet, sadarlah!

Saya tidak berhasil menemukan jawaban hubungan antara bingung dan pegangan tangan. Karena jujur saja, tujuan saya duduk dan menulis di sini untuk menuliskan, “Saya lagi bingung mau lanjut kuliah atau kerja atau kuliah sambil kerja.” Bukan menuliskan, “Jawaban hubungan antara bingung dan pegangan tangan, yang mungkin sampai saat ini masih menjadi pertanyaan yang menggelantung di kepala banyak orang, atau mungkin cuma di kepala saya.”

Betapa tidak jelasnya saya, baru sadar selama ini. Supaya bertele-telenya tidak semakin bertele-tele apalagi semakin berikan yang punya kumis seperti kucing: berlele-lele, langsung saja saya akan menulis sesuai tujuan saya yang pertama. Saya lagi bingung: saya ingin kuliah, saya juga ingin kerja supaya dapat pemasukan. Kenapa tidak kuliah sambil kerja saja? Bingung, saya tahu kuliah dan kerja adalah dua hal yang tidak bisa disamakan dengan mendengarkan orang bercerita dan ngantuk yang bisa dilakukan secara bersamaan. Kuliah dan kerja adalah dua hal yang mungkin salah satunya tidak bisa terlalu fokus jika dilakukan dengan bersamaan, seperti menonton televisi dan membaca koran, harus fokus salah satu.

Betapa saya selalu berusaha menjadi hamba-Nya yang tidak durhaka, saya percaya saya tidak boleh berlama-lama kebingungan seperti ini. Saya harus ingat, ada kemudahan disetiap kesulitan. Saya tahu, saya tidak bisa mendapatkan jawaban dari kebingungan ini dari Google, selain karena saya tidak punya pulsa, masalah kuliah dan kerja adalah tentang masa depan dan penting yang harus dipertimbangkan secara mantang, tidak seperti hubungan antara bingung dan pegangan tangan yang entah dari mana saya asal-asalan menyebutnya sebagai lelucon klise.

Saya mencoba bertanya kepada diri sendiri, saya maunya bagaimana? Saya mau berusaha ikut SBMPTN dulu, semoga lolos, dan apabila kemungkinan berkata lain, saya harus tidak lolos, mungkin saya akan kerja saja terlebih dulu, setahun atau dua tahun baru kuliah. Saya bertanya kepada orang tua, pendapat mereka lebih menyarankan saya untuk kuliah dulu saja, kalau nanti tidak lolos masuk di PTN, bisa masuk di swasta.

Tapi, entah kenapa, kalau tahun ini memang saya tidak lolos masuk PTN, saya lebih “srek” kerja terlebih dulu saja ketimbang masuk di swasta. Pikir saya, mungkin kalau di swasta bisa ambil tahun depan, atau dua tahun, atau kapan saja ke depan.

Saya sudah bertanya kepada Tuhan, jawaban-Nya saya yakin yang terbaik dari yang baik-baik untuk saya. Jadi, sekarang tinggal berusaha melakukan yang terbaik saja, tidak perlu bingung. Seperti kata pepatah, kita akan memanen apa yang kita tanam, kita akan mendapat hasil sesuai usaha. Bingung? Pegangan dong.

Tinggalkan komentar